watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

ARWAN BINAL

Aku dan istriku yang baru menikah selama
setahun, akhirnya bisa membeli rumah sendiri,
setelah selama beberapa bulan ikut dengan
mertua. Meski rumah itu tidak begitu besar,
namun rasanya cukup membahagiakan hatiku.
Bagaimana tidak? Suami mana yang tak merasa
bangga bisa membeli rumah sendiri, ketimbang
nebeng di rumah mertua.
Rumah yang kubeli, keberadaannya agak jauh
dari rumah penduduk lain. Entah mengapa,
sepertinya para penduduk di sekitar rumah yang
kubeli itu, enggan berdekatan dengannya. Bahkan
sewaktu aku hendak membeli rumah itu, ada
penduduk yang memberitahuku kalau rumah itu
angker. Katanya ada penghuninya.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku
menganggapnya sebagai cerita bohong belaka.
Lagipula, sebagai manusia yang diberi akal dan
pikiran, kenapa harus takut pada hal-hal mistik
seperti itu? Ketimbang tinggal bersama mertua,
bukankah lebih baik punya rumah sendiri?
Semula, saat pertama istriku melihat rumah itu,
dia pun mengatakan kalau tempat itu seram.
Istriku yang masih muda itu sebelumnya
memang selalu tinggal bersama keluarga besar
orang tuanya di sebuah rumah besar di
lingkungan yang ramai di Sukabumi. Hani baru
berusia 20 tahun. Lebih muda 6 tahun dariku.
Sifatnya begitu polos dan jujur. Tubuhnya
langsing padat dengan kulit yang putih bersih.
Wajahnya cantik seperti aktris Dina Lorenza
dengan rambut panjang terurai, ia adalah seorang
istri yang ideal bagiku.
Dengan keyakinan yang kuberikan, akhirnya
istriku pun bisa menerimanya. Setelah
dibersihkan dan dirapikan, kami pun pindah.
Hari pertama kami menempatinya, tak ada hal-hal
aneh. Itu sebabnya keesokan harinya kukatakan
pada istriku bahwa apa yang dikatakan oleh
orang-orang mengenai rumah itu tak benar.
Istriku pun semakin bertambah yakin dan
percaya dengan perkataanku. Begitu juga dengan
hari selanjutnya sampai enam hari kami
menempati rumah itu, tak ada hal-hal ganjil yang
kami alami. Semua itu semakin membuat kami
yakin, kalau cerita rumah yang kami tempati ada
hantunya hanyalah bohong belaka.
Hingga sampailah pada hari yang ketujuh....
Hari itu hari Kamis malam Jumat. Sejak siang
hujan turun dengan deras diikuti oleh angin
kencang. Aku dan istriku sedang berada di ruang
tengah menyaksikan acara televisi, ketika dari luar
terdengar sesuatu berderak keras dan kemudian
tumbang dengan menimbulkan suara yang keras
dan sangat mengejutkan. Sampai-sampai istriku
dibuat menjerit dan memelukku kuat.

Kraaaa....k!! Buuummm.....!!!
"Maass...!"
"Sepertinya ada pohon yang tumbang,"
gumamku sambil memeluk tubuh istriku yang
menggigil dengan wajah pucat ketakutan.
"Sebaiknya kulihat..."
"Aku takut, Mas," keluh istriku.
"Apa yang mesti kautakutkan? Tak ada apa-apa.
Sebaiknya kau di dalam saja," saranku seraya
melepaskan pelukan istriku kemudian melangkah
ke teras rumah. Saat itu kulihat pohon nangka
yang ada di halaman rumahku tumbang sampai
ke akar-akarnya.
Rupanya suara tumbangnya pohon nangka itu
juga didengar oleh warga sekitar sehingga
mereka pun berdatangan. Kami dibuat terbelalak
ketika melihat tanah lubang bekas akar pohon
nangka itu. Di lubang tanah bekas akar pohon
nangka itu terdapat tulang belulang manusia.
Entah tulang siapa.
Karena ada kejadian aneh maka Pak Ramon pun
menghubungi polisi. Dokter forensik dari labkrim
langsung melakukan pemeriksaan terhadap
kerangka manusia itu.
Tanpa sepengetahuanku, ternyata istriku keluar
dan melihat kerangka manusia itu. Saat kerangka
itu diangkat, tiba-tiba istriku mengeluh sakit kepala
kemudian jatuh pingsan. Hal itu membuatku jadi
panik. Segera kubopong tubuh istriku masuk ke
dalam kamar meninggalkan masyarakat dan para
petugas yang masih sibuk mengurusi tulang
belulang itu.
Kejadian malam itu segera berlalu. Aku dan istriku
tidak berminat untuk membahasnya lagi.
Semuanya tampak sudah berjalan normal
kembali sampai sekitar seminggu kemudian…..
Malam itu aku bermimpi aneh.
Dalam mimpiku, aku melihat istriku tengah
bersetubuh dengan seorang pemuda. Melihat hal
itu, tubuhku seketika menggigil karena emosi.
Ingin rasanya aku melabrak keduanya, namun
entah mengapa seketika aku tak mampu berbuat
apa-apa. Akhirnya aku hanya bisa melihat
bagaimana istriku merintih-rintih dicumbu dan
disetubuhi oleh lelaki lain, yang samar-samar bisa
kulihat ternyata adalah Ajat, muridku sendiri di
SMU tempatku mengajar.
Ajat adalah salah seorang siswa teladan di SMU
itu. Selalu menjadi bintang kelas. Dengan
tubuhnya yang besar dan sehat, ia selalu aktif di
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga,
paskibra maupun organisasi pencinta alam.
Setahuku ia adalah seorang siswa yang sopan
dan baik perilakunya.
Namun... kini aku melihatnya dalam keadaan
polos sama sekali tengah asyik mencumbu dan
menyetubuhi istriku yang juga tak mengenakan
selembar benang pun untuk menutupi tubuhnya
yang putih dan padat berisi. Tubuh indah yang
selama ini hanya aku sendiri yang bisa melihat
dan menjamahnya.
Entah berapa lama mereka asyik berkasih-kasihan
sementara aku seperti tak berdaya hanya bisa
berdiri mematung memandangi aksi mereka.
Rasanya seperti lamaaa... sekali.
Akhirnya, tampak Ajat mencapai puncak
kepuasannya. Gerakannya yang semula seolah
tak pernah diselingi istirahat mendadak berhenti.
Wajahnya tampak tegang. Ia sama sekali tak
berusaha mengangkat kemaluannya dari dalam
tubuh istriku! Anak jahanam itu benar-benar
berusaha mengosongkan air maninya yang telah
siap untuk meledak sejak beberapa puluh menit
yang lalu itu ke dalam rahim istriku yang masih
sangat subur. Yang lebih mengejutkanku ternyata
istriku sendiri tampak berusaha menahan anak
muda itu keluar dari dalam tubuhnya.
Dicengkeramnya kuat-kuat Ajat yang sedang
menindih tubuhnya di bagian pantatnya.
Ajat pun tampak lemas setelah memuaskan
nafsunya kepada istriku yang cantik. Tiba-tiba saat
itulah kedua mata istriku berubah menjadi merah
membara laksana api. Mulutnya menyeringai,
menunjukkan sepasang gigi taring yang runcing.
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu tangan
istriku sudah memegang sebilah pisau. Kemudian
dengan buas istriku menghunjamkan pisau itu ke
dada pemuda yang telah menyetubuhinya itu.
"Rasakan pembalasanku.... Hiih....!!!"
Jraab!!
"Aaakh.....!!" Ajat menjerit keras. Ia segera
melepaskan tubuh istriku. Darah seketika
menyembur dari dadanya. Sesaat tubuh Ajat
menggelepar-gelepar, kemudian terkulai mati.
Aku tersentak bangun dari tidurku. Tiba-tiba aku
tak menemukan istriku. Entah ke mana perginya.
Khawatir terjadi sesuatu pada istriku, aku
bergegas bangun dari tempat tidur. Sambil
memanggil-manggil, aku berusaha mencari
istriku.
"Han..... Hanii.... Di mana kau?" seruku
memanggil sambil terus melangkah keluar
kamar. Di ruang tamu, aku tak menemukan
istriku. Dengan perasaan semakin cemas, aku lari
ke kamar sebelah. Kubuka satu-persatu pintu
kamar yang ada namun tetap juga aku tak
menemukan istriku. Segera aku lari ke arah
dapur. Saat itu juga, kulihat istriku sepertinya baru
masuk.
"Hani... Dari mana kamu, sayang?" tanyaku
seraya mendekat. Kulihat tubuh istriku menggigil
kedinginan. Seluruh pakaiannya tampak basah
kuyup. "Kau baru keluar...?"
Hani mengangguk dengan tatapan mata sayu.
"Untuk apa?"
"Entahlah, aku juga tak tahu, Mas. Tahu-tahu aku
sudah di depan pintu dapur. Karena kudengar kau
memanggil-manggil namaku, aku pun masuk,"
tuturnya seperti kebingungan.
"Sudahlah, pakaianmu basah. Ayo cepat ganti,
nanti masuk angin," kataku seraya
membimbingnya dengan penuh kasih.
Sesampainya di kamar, kulepas seluruh
pakaiannya. Kemudian kuambilkan gaun yang
kering dan membantu mengenakannya.
Sedangkan gaun yang basah segera kurendam di
dalam air di kamar mandi. "Masih malam. Ayo
tidur...."
Hani pun menurut. Ia merebahkan tubuhnya di
atas tempat tidur. Namun begitu wajahnya
tampak seperti kebingungan.
"Apa yang kaupikirkan?" tanyaku.
"Tadi saat aku tidur, aku mendengar ada suara
seorang lelaki memanggil namaku, Mas. Tiba-tiba
aku.... aku tak ingat apa-apa lagi. Dan... dan tahu-
tahu aku sudah berada di luar, Mas..." tuturnya
dengan wajah masih menunjukkan kebingungan.
"Sudahlah, semua hanya mimpi," kataku
berusaha menghibur hatinya. Untuk memberikan
kenyamanan, aku pun memeluknya. Perlahan
kucium keningnya, tetapi Hani menolakku secara
halus.

"Aku capai, Mas," katanya dengan mata yang
kuyu dan memelas. Lalu ia membalikkan
tubuhnya membelakangiku dan segera tertidur
pulas. Kututupi tubuhnya dengan selimut yang
tebal, lalu aku pun menyusulnya tidur.
Pagi itu aku bangun kesiangan. Kalau saja tak ada
kegemparan, mungkin aku tak akan bangun saat
itu.
"Ada apa, sayang?" tanyaku pada istriku saat
kudengar suara orang ribut.
"Entahlah... Katanya telah ditemukan mayat"
"Mayat?" Bergegas aku bangun. Tanpa cuci muka
dulu, aku langsung melangkah keluar rumah
untuk melihat apa yang telah menggemparkan
para warga. Ketika bertemu dengan Pak Ramon
aku pun langsung bertanya, "Ada apa, Pak
Ramon?"
"Ajat, Pak Guru."
"Ajat....?! Kenapa dengan Ajat?" tanyaku dengan
perasaan berdebar tak menentu.
"Ajat diketemukan meninggal."
"Apa..?! Meninggal?"
Penasaran ingin tahu yang sebenarnya, aku pun
langsung menuju rumah orang tua Ajat untuk
melihat sekaligus melayat. Terpaku aku dengan
mata membelalak dan mulut melongo ketika
melihat bagaimana keadaan mayat Ajat. Ajat
ditemukan mati dalam keadaan telanjang bulat.
Sepertinya sebelum meninggal, dia terlebih
dahulu melakukan hubungan badan dengan
seorang wanita. Yang mengerikan, di ulu hati Ajat
terdapat bekas hunjaman pisau.
Kenapa? Kenapa kejadian yang menimpa Ajat
persis seperti mimpi yang kualami, pikirku tak
mengerti. Ya, sebelum aku menemukan istriku di
pintu dapur, aku bermimpi istriku bersetubuh
dengan Ajat, salah seorang muridku. Tiba-tiba,
setelah Ajat mencapai puncak kenikmatan, wajah
istriku berubah menjadi buas dan menyeramkan.
Kemudian... istriku menghunjamkan pisau ke ulu
hatinya. Oh, Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?
Kenapa mimpiku menjadi kenyataan? Benarkah
istriku yang melakukannya? Tidak! Tak mungkin
istriku yang melakukannya. Istriku sangat lemah.
Ia tak akan bisa berbuat sekejam itu.
Dengan langkah gontai, aku pulang ke rumah.
Kutemui istriku tengah duduk termenung dengan
wajah tak berdosa. Semua itu, semakin
membuatku yakin, bukan istriku yang
melakukannya. Lalu... siapa yang telah
membunuh Ajat? Dan ke mana istriku semalam
keluar? Aku benar-benar dibuat tak mengerti.
"Ada apa, Mas?" tanyanya.
"Ajat, Han."
"Kenapa dengan Ajat?"
"Dia diketemukan mati dengan keadaan
mengenaskan. Sepertinya sebelum dibunuh,
terlebih dulu ia berhubungan badan dengan
seorang wanita yang mungkin saja
pembunuhnya," desahku lirih sambil
memandang ke wajahnya, ingin tahu bagaimana
perubahan wajahnya setelah mengetahui berita
itu.
"Ya, Tuhan. Bagaimana mungkin, Mas? Ajat anak
baik dan selama ini kunilai merupakan muridmu
yang paling cerdas dan patuh. Rasanya tak
mungkin ia berbuat sejauh itu," tuturnya masih
dengan ekspresi wajah tak berdosa. Semua itu
semakin membuatku bertambah tak mengerti.
"Ya, mungkin sudah takdir," desahku.
Malam harinya, kembali aku bermimpi. Saat itu,
aku seperti baru pulang dari bepergian. Karena
kulihat rumah sepi, maka aku berusaha mencari
istriku. Setelah kucari ke sana ke mari, entah dari
mana petunjuk yang kudapat, langkah kakiku
tiba-tiba terayun ke arah sebuah gudang tua. Dan
memang, di sana akhirnya kutemukan istriku.
Namun mataku kembali dibuat terbelalak, melihat
apa yang sedang dilakukan istriku. Saat itu ia
sedang bersama Pak Munandar, Ketua RT tempat
kami tinggal.
Saat itu aku melihat pria yang bertubuh gemuk
dan berkepala nyaris gundul dengan kumis tipis
di atas bibirnya itu dalam keadaan polos, dan
tengah menggeluti istriku yang juga dalam
keadaan polos sama sekali. Kontras sekali
perbedaan mereka dalam keadaan telanjang bulat
seperti itu. Pak Munandar yang gemuk, berkulit
gelap dan berwajah tak menarik dengan istriku
yang ramping, berkulit putih bersih dan berwajah
cantik.
Sebagaimana mimpiku kemarin, aku pun lagi-lagi
tak bisa berbuat apa-apa. Sekujur tubuhku terasa
kaku tak bisa digerakkan. Padahal aku ingin sekali
melabrak keduanya.
Pak Munandar memang tampak kaget ketika
melihatku memergoki mereka berdua dan
berusaha melepaskan diri dari pelukan istriku.
Lelaki itu sebetulnya kukenal sebagai seorang
yang baik dan suka menolong. Ketika kami
pindah rumah pun ia banyak sekali menolong
kami tanpa pamrih. Namun dengan bibir
tersenyum menggoda, istriku berkata, "Jangan
takut, sayang.... Dia tak akan berbuat apa-apa
sebab dia lelaki lemah yang tak mampu
memberikan kepuasan. Teruskan sayang..... Aku
suka dengan kejantananmu...."
Darahku mendidih mendengar ucapan istriku
yang bibirnya tersenyum penuh ejekan ke
arahku, tapi aku benar-benar tak mampu berbuat
apa-apa. Aku hanya bisa berdiri mematung
sambil menyaksikan bagaimana istriku terus
bercumbu dengan Pak Munandar.
Keduanya seperti sudah kerasukan iblis. Godaan
istriku yang cantik dan bertubuh indah telah
membuat Pak Munandar seperti lupa segalanya.
Ia kembali menyetubuhi istriku seolah tak peduli ia
melakukannya di hadapan orang lain yang terus
memandangi mereka. Di hadapan suami dari
wanita yang sedang disetubuhinya!
Telingaku bagai hendak pecah setiap kali
mendengar rintihan dan lenguhan kenikmatan
yang keluar dari bibir istriku dan bibir Pak
Munandar.
Kali ini pun aku dipaksa untuk melihat bagaimana
Pak Munandar mencapai orgasme di atas tubuh
istriku yang sedang disetubuhinya. Seperti halnya
dengan Ajat, istriku tampaknya ingin sekali
membiarkan Pak Munandar mengisikan benih-
benih hasil percintaan mereka ke dalam
rahimnya. Jari-jemarinya yang mungil
mencengkeram kuat-kuat pantat lelaki itu yang
besar untuk menolong alat kelamin lelaki itu tetap
bersatu dengan alat kelaminnya sendiri sementara
Pak Munandar menyemprotkan setiap tetes air
maninya ke dalam rahim istriku... Tentu saja aku
sangat cemburu melihatnya. Kepalaku terasa akan
meledak saat itu.
Ketika Pak Munandar tampaknya telah selesai dan
keletihan yang luar biasa tergambar di wajahnya,
tiba-tiba terjadi perubahan pada wajah istriku.
Wajahnya yang semula cantik, berubah menjadi
menyeramkan dengan mata merah membara.
Dari mulutnya keluar taring runcing. Lalu, entah
dari mana datangnya, tahu-tahu di tangan istriku
telah tergenggam sebilah pisau tajam. Sedetik
kemudian.....
"Kau telah mendapat kepuasan dariku, Munandar,
maka kini saatnya aku harus membunuhmu....!"
Bersamaan dengan itu, istriku menghunjamkan
pisau stainless itu ke ulu hati Pak Munandar.
Jraaab...
"Wuaaaa......!!!!" Pak Munandar menjerit sekeras-
kerasnya. Tubuhnya tertarik keluar dari tubuh
istriku dengan sentakan yang tiba-tiba. Ia pun
sekarat dengan ulu hati berlubang dan
menyemburkan darah, lalu terkulai di samping
tubuh istriku dengan nyawa yang sudah
melayang.
Istriku bangkit dengan sikap yang tenang. Ketika
ia berdiri, aku bisa melihat dari dalam alat
kelaminnya keluar cairan sperma Pak Munandar
yang pekat. Sisa-sisa benih cinta mereka berdua
yang telah menyelesaikan tugasnya untuk
membuahi sel-sel telur istriku yang subur itu
mengalir dengan cukup deras di kedua paha
bagian dalam istriku. Wajahnya tak lagi
menyeramkan, tapi pisau yang berlumuran darah
masih berada di genggamannya. Ia berbalik ke
arahku dan memandangku dengan senyum
penuh ejekan.
Lagi-lagi seperti kemarin malam, aku tersentak
bangun. Segera aku keluar mencari istriku yang
tidak ada di sampingku entah ke mana. Aku yang
tadi bermimpi istriku berada di gudang tua segera
menuju pintu depan untuk keluar dan pergi ke
gudang itu. Namun baru saja kubuka pintu,
kulihat istriku sudah berada di depan pintu
dengan wajah tampak pucat dan mata terpejam
seperti tidur.
"Hani...!"
Hani membuka matanya.
"Mas, bagaimana aku ada di sini?" tanyanya
heran. "Bukankah tadi kita sedang tidur?"
Keningku mengerut turut heran. Ya, tadi memang
kami tidur bersama dan malah berpelukan.
Tetapi, aku bermimpi seram lagi dan
sebagaimana kejadian kemarin malam, lagi-lagi
istriku seperti kebingungan sendiri seakan tak
menyadari apa yang telah dilakukannya.
Melihat kepucatan wajah istriku, aku jadi tak tega
ingin bertanya. Segera kubimbing dia masuk.
Kemudian sebagaimana kemarin, kugantikan
gaunnya yang kotor dan langsung kurendam di
dalam air.
Keesokan harinya, kejadian seperti kemarin
kembali terulang. Mayat Pak Munandar
diketemukan di dalam gudang tua dalam keadaan
mengenaskan. Sebagaimana mayat Ajat, mayat
Pak Munandar juga ditemukan telanjang bulat.
Sepertinya sebelum dibunuh, ia terlebih dahulu
bersetubuh dengan seorang wanita yang diduga
sebagai pembunuhnya.
Kejadian demi kejadian aneh yang menimpa
kehidupan rumah tanggaku membuatku merasa
bingung. Di satu sisi, aku merasa kalau korban-
korban itu yang membunuhnya adalah istriku.
Namun di sisi lain, aku tak yakin kalau istriku yang
selama ini sangat lemah adalah seorang
pembunuh.
Tak tahan dengan kejadian-kejadian misterius itu,
akhirnya malam itu aku berusaha untuk tidak
tidur. Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi
pada istriku? Namun anehnya, ketika aku tetap
tidak tidur, istriku malah tidur dengan
nyenyaknya.
Karena dua malam terakhir kurang tidur, lewat
pukul satu dini hari aku tertidur. Kali ini mimpi itu
muncul kembali. Aku melihat istriku berada di tepi
sungai bersama Pak Ramon Da Costa, satpam di
sekolah tempatku mengajar. Sebagaimana
biasanya, istriku saat itu tampak begitu mesra
merayu Pak Ramon.
"Jangan begitu, Mbak Hani. Tidak baik.... Mbak
Hani kan sudah bersuami?" kata Pak Ramon
berusaha menolak ajakan istriku untuk kencan.
Hani tersenyum menggoda seraya mengangkat
gaunnya tinggi-tinggi sehingga
mempertontonkan pahanya yang putih mulus
seperti pualam. Mata Pak Ramon melotot tak
berkedip, memandang nanar ke paha mulus
istriku.
"Sungguh Pak Ramon tidak kepingin? Bukankah
istri Pak Ramon di rumah sudah tua? Sudah tak
menyenangkan lagi...? Ini kesempatan, Pak
Ramon. Jangan disia-siakan....."
Sebetulnya Pak Ramon adalah seorang lelaki yang
berwibawa dan dihormati. Namun menghadapi
seorang wanita muda yang cantik dan bertubuh
indah seperti istriku yang menawarkan tubuhnya
secara sukarela, lelaki tua veteran perang Timor
Timur itu seolah lupa segala-galanya. Aku baru
menyadari potensi istriku sebagai seorang wanita
penggoda. Wajah yang cantik, tubuh yang indah,
usia yang muda, dan rayuan yang maut.
Lengkaplah sudah.... Atau apakah itu bukan
istriku? Karena sepanjang aku mengenalnya,
istriku memiliki sifat yang sangat bertolak
belakang. Ia bukanlah tipe wanita nakal yang suka
menggoda pria.... Ia adalah tipe wanita yang
sangat setia kepada suami.
Karena terus digoda, akhirnya Pak Ramonpun
luluh juga imannya. Maka saat Hani menggeser
duduknya mendekati lelaki itu sambil
melingkarkan kedua tangannya di lehernya, Pak
Ramon sama sekali tak melarangnya lagi. Malah
kemudian kedua tangannya yang keriput itu mulai
beraksi merayapi sekujur tubuh istriku.
Darah cemburuku mendidih menyaksikan
pemandangan itu. Ingin rasanya aku membentak
agar Pak Ramon dan istriku sadar. Tapi entah
kenapa, kerongkonganku bagaikan kering. Tak
sepatah kata pun yang mampu keluar dari
mulutku sehingga aku hanya bisa melihat adegan
demi adegan yang mendebarkan itu berlangsung
satu per satu. Bahkan aku hanya bisa menelan
ludah saat Pak Ramon menelanjangi istriku dan
keduanya kini sudah sama-sama polos.....
Dengan buas dan penuh nafsu, Pak Ramon pun
mencumbu serta menggeluti tubuh istriku yang
tampak menikmatinya. Aku baru mengetahui
bahwa di balik penampilannya yang tenang,
walaupun usianya sudah sekitar setengah abad,
Pak Ramon ternyata memiliki daya tahan yang
luar biasa, di samping juga pengalaman yang
tinggi. Dan yang membuatku terkejut adalah
ukuran alat vital Pak Ramon yang ternyata besar
sekali!!
Kali ini rupanya istriku menemui tandingannya.
Nafsu istriku yang luar biasa dengan mudah
ditanganinya. Bahkan terkadang aku melihat
justru istriku yang usianya kurang dari setengah
usia Pak Ramon yang tampak agak kewalahan
mengimbangi nafsu lelaki itu.
Berbagai gaya pun mereka pertontonkan. Ada
banyak gaya bersetubuh yang diterapkan Pak
Ramon kepada istriku, yang aku sendiri pun tak
pernah melakukannya terhadap istriku itu atau
bahkan tak berpikir sama sekali tentang cara itu!
Aku baru tahu kalau seorang lelaki bisa
menyetubuhi seorang wanita melalui berbagai
lubang di tubuhnya - tak hanya melalui alat
kelaminnya - setelah melihat Pak Ramon
mempraktekkannya terhadap istriku. Aku pun
baru tahu kalau istriku mau saja disetubuhi oleh
Pak Ramon dari belakang seperti posisi hewan
yang sedang kimpoi.
Bahkan yang paling mengejutkanku adalah ketika
istriku duduk bertekuk lutut di hadapan Pak
Ramon lalu membiarkan orang tua itu
mempompa mulut istriku yang mungil dengan
penisnya yang besar. Tanpa merasa jijik sedikit
pun, Hani menjilati dan mengisapi alat vital Pak
Ramon, tak ubahnya seperti seorang gundik yang
tengah melayani tuannya. Seirama dengan keluar
masuknya kemaluan orang tua itu di mulutnya,
dari bibirnya tak henti-hentinya keluar desisan dan
lenguhan kenikmatan.
Aku benar-benar seperti sedang menonton film
biru. Hanya kali ini adegannya benar-benar hidup
di depan mataku sendiri, dan pelakunya adalah
ISTRIKU sendiri!!
Tanpa terasa menit demi menit terus berlalu. Aku
sama sekali tak bisa bergerak dari tempatku
berdiri. Yang bisa kulakukan hanyalah melihat
adegan demi adegan yang dipertontonkan oleh
Hani bersama Pak Ramon. Aku seperti seorang
murid yang sedang mendapatkan pelajaran seks
dari Pak Ramon, yang melakukannya dengan
cara mempraktekkannya langsung terhadap
istriku sendiri. Dari bibir Hani, terus keluar rintihan
dan lenguhan kenikmatan, diiringi geliatan-geliatan
nikmat. Aku bisa melihat paling tidak tiga kali
istriku telah mencapai orgasme dengan hebatnya.
Tampak benar bahwa ia sangat menikmati
persetubuhannya dengan Pak Ramon...
Akan tetapi, biar bagaimanapun hebatnya
kemampuan seksual seorang pria, akhirnya pasti
akan lemas juga ketika telah mencapai
puncaknya. Begitu pula dengan Pak Ramon.
Tampak jelas kelelahan yang luar biasa di
wajahnya. Mungkin ia terlalu memaksakan
nafsunya tanpa mengingat bahwa usianya telah
beranjak tua. Maka setelah mendepositkan
seluruh benih sperma hasil kerja kerasnya selama
satu jam ke dalam rahim istriku, lelaki itu benar-
benar kehilangan tenaganya.
Dan.... pada saat itulah, untuk kesekian kalinya
tiba-tiba wajah istriku berubah menjadi
menyeramkan. Entah dari mana datangnya, di
tangan istriku tergenggam sebilah pisau tajam
lalu.....
Jraab...
"Aaakh.....!!" Pak Ramon menjerit ketika pisau
yang tajam itu bersarang di ulu hatinya.
Tubuhnya tercerabut dari tubuh istriku sambil
meregang-regang untuk kemudian ambruk tanpa
nyawa lagi.
Lagi-lagi aku tersentak bangun. Cepat aku keluar
mencari istriku. Sebagaimana yang kulihat dalam
mimpiku, aku langsung menuju ke sungai.
Sesampainya di sana, seketika aku terperangah
dengan apa yang kusaksikan. Ternyata mimpiku
memang benar-benar nyata! Tampak istriku
dengan buasnya menghunjamkan pisaunya
berkali-kali ke tubuh Pak Ramon yang malang....
Setelah selesai, istriku yang merasa ada orang
yang memperhatikannya segera membalikkan
tubuhnya. Matanya tampak buas seperti mata
setan, memandang tajam ke wajahku.
"Hani....."
"Hua ha ha ha..... Kau pun akan mendapatkan
giliran!" dengusnya dengan mata terus
memandang buas ke arahku. Dengan tangan
masih memegang pisau yang berlumuran darah,
Hani bergerak ke arahku. Dia bermaksud
membunuhku!
"Hani.... Sadar, sayang. Aku Sumanto....
suamimu....!" seruku berusaha menyadarkan
Hani. Tapi rupanya Hani yang sudah dikuasai oleh
makhluk halus jahat bagai tak mendengar.
Dengan pisau terhunus, ia berusaha
membunuhku. Tenaganya sungguh sangat luar
biasa. Aku sendiri tak sanggup untuk
membendung serangannya yang terus datang
bertubi-tubi sehingga akhirnya terjatuh lemas.
Aku hanya bisa terduduk pasrah, siap menerima
kematian yang sebentar lagi akan datang
menjemputku.
"Hua ha ha ha.... Kini saatnya pembalasanku tiba,
Darga! Dulu ketika kau tanam aku hidup-hidup,
aku pernah bersumpah. Jika aku hamil nanti,
maka pembalasan akan tiba! Kinilah saatnya....
karena aku telah memasuki raga wanita yang
subur ini dan aku telah membuatnya hamil!"
dengus suara wanita lain yang keluar dari mulut
Hani seraya mengayunkan pisau ke arahku.
Kupejamkan kedua mataku, dengan hati
memohon perlindungan serta pasrah kepada
Tuhan. "Ya Tuhan, ampunilah segala dosaku....."
Ketika tangan Hani terangkat ke atas dan siap
menghunjamkan pisau ke ulu hatiku, tiba-tiba dari
arah selatan melesat seberkas cahaya merah
menghantam pergelangan tangannya. Pada saat
itu Hani memekik dengan tubuh terhuyung. Tak
lama kemudian, tahu-tahu di depanku telah
berdiri sesosok lelaki tua.
"Kau....?" desis suara dari mulut Hani dengan
mata membelalak ketika melihat sosok lelaki tua
yang menolongku.
"Ya, aku Darga, suamimu, Sekarsih.... Kau
memang wanita binal! Meski wujudmu sudah
berubah, masih saja kebinalanmu membawa
korban!" dengus lelaki tua yang mengaku
bernama Darga itu tajam. "Jika kau mau
membalas dendam, seharusnya akulah yang kau
balas, Sekarsih. Bukan pasangan muda ini.
Keluarlah dari raganya, Sekarsih. Ayo, ikut aku...."
"Tidak! Aku tak akan pergi sebelum menuntaskan
dendamku!" tolak Sekarsih.
"Dendam apa lagi, Sekarsih? Dendammu hanya
padaku, karena akulah yang telah menguburmu
hidup-hidup. Namun itu semua kulakukan demi
keamanan dan keselamatan manusia. Sebab jika
kau dibiarkan hidup, maka korban akan terus
berjatuhan. Sayang, rupanya wanita malang itu
sedang haid ketika melihatmu sehingga dengan
mudah kau mampu menguasainya."
"Hua ha ha ha.... Itu memang sudah lama
kutunggu, Darga! Lima puluh tahun lamanya aku
menunggu saat-saat seperti ini..... sampai aku
menemukan wanita muda yang subur ini dan
melalui raganya aku bisa hamil sehingga
terpenuhilah syaratku untuk membalas dendam."
"Hentikan Sekarsih. Kumohon, jangan sakiti
mereka," pinta Darga.
"Baik, tapi sebelum aku pergi, kuminta kau mau
menyetubuhiku, suamiku. Lama kita tak
bermesraan, suamiku...."
Darga tampak bimbang mendengar permintaan
roh Sekarsih. Bagaimana mungkin dia harus
menyetubuhi Hani? Meski raga Hani dikuasai oleh
roh Sekarsih, tetap saja yang berhubungan badan
adalah raga Hani.
"Itu tak mungkin kulakukan, Sekarsih. Raga yang
kau tempati adalah istri lelaki muda ini. Kumohon,
mengertilah....."
"Persetan! Aku tak akan keluar dari raga ini
sebelum kau ikut menanamkan benihmu ke
dalam rahimnya!" tegas Sekarsih tetap pada
pendiriannya tak akan meninggalkan raga Hani
kalau Darga tak mau menyetubuhinya.
"Aku merasakan tubuh wanita ini sedang
memasuki masa suburnya sejak dua hari yang
lalu. Sel-sel telurnya yang masak sudah
menunggu untuk dibuahi oleh benihmu. Gairah
seksualnya sedang berada di puncak …. dan
dengan aku yang mengendalikan tubuhnya,
lengkaplah sudah yang kita perlukan untuk
memuaskan dendam nafsu kita selama lima
puluh tahun."
"Maaf, anak muda...." desah Darga penuh sesal.
"Saya mengerti, Pak."
Darga pun melangkah mendekat. Sekarsih
tersenyum penuh kemenangan. Wajahnya yang
menyeramkan berubah kembali menjadi wajah
Hani, istriku yang cantik. Aku hanya bisa
memejamkan mata, tak mampu menyaksikan
pemandangan yang menyakitkan itu. Istriku yang
sejak tadi masih bugil, yang raganya dikuasai oleh
Sekarsih, dengan mesra memeluk dan
mencumbu seorang lelaki tua renta yang usianya
pun lebih tua daripada kakeknya sendiri.
Istriku menciumi mulut Darga dengan mesranya
seakan baru saja bertemu dengan seorang
kekasih yang telah lama tak berjumpa. Dengan
mesra dan menggoda, ia pun melucuti seluruh
pakaian Darga sehingga tampaklah tubuh
rentanya yang kurus dan penuh dengan keriput.
Karena Darga telah mencapai usia yang uzur,
istriku merasa harus membantu merangsang
nafsu seksualnya.
Ia pun berlutut di depan Darga dan memasukkan
alat vital lelaki tua itu ke dalam mulutnya. Sama
seperti yang ia lakukan terhadap Pak Ramon
hanya beberapa waktu yang lalu. Hal yang tak
pernah dilakukannya terhadapku, suaminya
sendiri. Aku hanya dapat menatap perlakuan
istimewa istriku terhadap lelaki-lelaki itu dengan
cemburu.
Rupanya cara itu memang manjur untuk
mengembalikan gairah Darga yang sudah mulai
sulit untuk bangkit. Lelaki tua itu pun melenguh
kenikmatan dan tangannya secara spontan
memegangi ubun-ubun istriku seolah takut kalau
ia menghentikan kegiatannya. Istriku tampak
senang melihat hasil kerjanya dan semakin
bersemangat melakukannya. Kini istriku
melakukannya sambil sesekali tersenyum dan
terus memandang ke atas ke wajah Darga. Mata
mereka pun saling berpandangan dengan
mesranya.... Tampaknya di satu sisi Darga pun
tak bisa menyembunyikan perasaan rindunya
akan pelayanan istrinya yang binal tapi
memuaskan itu.
"Oh, jangan sekarang, sayang....." kata istriku
ketika merasakan cairan bening sebelum air mani
dari penis Darga sudah mulai membanjiri
mulutnya. Tampaknya lelaki tua renta itu sudah
hampir mencapai orgasme. Dikeluarkannya
kemaluan Darga yang sudah mengeras seperti
batu dari dalam mulutnya yang basah. "Aku ingin
kau ikut menanamkan benihmu ke dalam rahim
perempuan ini....."
Hani pun membaringkan tubuhnya yang polos
itu ke tanah, sementara Darga tanpa dikomando
lagi langsung menindih dan memasuki tubuh
istriku.
Setelah memompa beberapa lama, tampak Darga
tak kuat lagi menahan desakan pada alat
kelaminnya. Lenguhannya terdengar berat dan
disemprotkannyalah semua air mani yang bisa
dikeluarkannya ke dalam tubuh istriku. Hani pun
tampaknya mengalami orgasme yang hebat tak
lama setelah itu. Rintihan panjang keluar dari
bibirnya disertai dengan ekspresi wajah yang
sangat puas. Dendam nafsunya seolah
terbalaskan pada saat itu juga.
Saat itu juga tampak Darga terjatuh dan
sepenuhnya menimpa istriku. Hani pun tak
berapa lama kemudian tertidur karena kelelahan.
Sementara selama beberapa saat aku
terbengong-bengong tak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba dari raga Darga keluar sesosok
bayangan gaib lelaki muda. Sementara itu dari
raga Hani pun keluar sesosok bayangan wanita
muda yang sangat cantik. Rupanya itulah
Sekarsih. Sosok keduanya lalu menghilang begitu
saja.
Aku baru sadar bahwa Darga telah meninggal.
Jantungnya sudah tak berdetak lagi. Dengan
khawatir aku memeriksa Hani. Syukurlah.....
ternyata istriku itu masih hidup. Hanya saja ia
tertidur karena kelelahan. Dengan susah payah
aku segera melepaskan mayat lelaki tua itu dari
tubuh istriku. Rupanya nyawa Darga melayang
tepat ketika ia mencapai orgasme. Alat
kelaminnya masih dalam keadaan tegang dan
kaku sehingga masih cukup kokoh menyatu
dengan alat kelamin istriku. Tanpa berpikir untuk
mengurusi mayat kedua lelaki itu, aku segera
membopong tubuh istriku yang telanjang
kembali ke rumah. Hari masih malam dan
suasana di sekitar situ sangat sepi jauh dari
pemukiman penduduk. Bagaimana pun aku takut
kalau-kalau ada orang yang memergoki kami di
sana dalam keadaan seperti itu.
Sesampai di rumah aku langsung memakaikan
gaun kepada tubuh istriku yang telanjang bulat
dan membaringkannya di tempat tidur. Sengaja
aku tak memandikannya walaupun tubuhnya
penuh dengan keringat dan air mani dari dua
orang lelaki yang telah menyetubuhinya malam
ini, karena aku tak mau membangunkannya. Aku
seperti yakin bahwa jika ia terbangun esok pagi,
tak sedikit pun kejadian malam ini dan juga
malam-malam sebelumnya yang akan
diingatnya. Aku sendiri tak bisa tidur semalaman.
Melihat langsung istriku yang muda dan cantik
disetubuhi oleh 4 orang lelaki selama 3 malam
berturut-turut jelas bukan suatu pengalaman
yang pernah kubayangkan sebelumnya. Sampai
pagi pikiranku tak bisa lepas dari hal itu.
Benar saja, keesokan harinya ketika bangun istriku
seolah-olah tak tahu kejadian-kejadian dahsyat
yang telah terjadi sebelumnya.
"Ada apa, Mas?" tanya Hani ketika bangun dan
melihat aku sedang memandanginya.
"Entahlah. Yang kutahu kau sedang hamil,
sayang...." jawabku yang memang bingung tak
tahu harus berkata apa.
"Benarkah? Tahu dari mana kau, Mas..?"
"Percayalah....."
Aku tersenyum mengangguk. Kupeluk istriku
dengan erat. Aku tak mau memikirkan apa yang
telah terjadi terhadap istriku. Yang kumau
hanyalah aku tak ingin kehilangan dia karena aku
sangat mencintainya. Kuciumi seluruh wajahnya,
yang membuat istriku merintih kegelian.

Adult | GO HOME | Exit
1/2696
U-ON

inc Powered by Xtgem.com